KOMPETENSI
ABSOLUT PERADILAN AGAMA PASCA UU NO. 3 TAHUN 2006
A.
Kewenangan Umum
Perubahan-perubahan
penting dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, antara lain tentang tugas
pokok Pengadilan Agama sebagaimana muatan Pasal 49 yang secara tegas
menentukan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a.
Perkawinan.
b.
Waris.
c.
Wasiat.
d.
Hibah.
e.
Wakaf.
f.
Zakat.
g.
Infak.
h.
shadaqah; dan
i.
ekonomi syari’ah.
Dalam
penjelasan Pasal 49 huruf a bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah
hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan
yang berlaku yang dilakukan menurut syari‟at Islam, antara lain:
1.
Izin beristri lebih dari seorang.
2.
Izin melangsungkan perkawinan bagi orang
yang belum berusia 21 (duapuluh satu) tahun, dalam hal orang tua, wali atau
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.
3.
Dispensasi kawin.
4.
Pencegahan Perkawinan.
5.
Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat
Nikah.
6.
Pembatalan perkawinan.
7.
Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan
istri.
8.
Perceraian karena talak.
9.
Gugatan perceraian.
10.
Penyelesaian harta bersama.
11.
Mengenai penguasaan anak-anak.
12.
Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak bilamana yang seharusnya bertanggungjawab tidak mematuhinya.
13.
Penentuan kewajiban memberi biaya
penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi
bekas istri.
14.
Putusan tentang sah dan tidaknya seorang
anak.
15.
Penentuan pencabutan kekuasaan orangtua.
16.
Pencabutan kekuasaan wali.
17.
Penunjukan orang lain sebagai wali oleh
Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut.
18.
Penunjukan seorang wali dalam hal seorang
anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang
tuanya.
19.
Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas
harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya.
20.
Penetapan asal-usul seorang anak, dan
penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
Catatan:
Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam diperlukan antara lain berdasar
alasan:
a.
Adanya perbedaan pandangan antara hukum
Islam dengan hukum lainnya mengenai status anak angkat, dalam hubungannya
dengan nasab, hak kewarisan, mahram, dan lainnya.
b.
Keinginan yang sangat kuat di kalangan umat
Islam dalam bidang pengangkatan anak mendasarkan pada prinsip-prinsip hukum
Islam.
21.
Putusan tentang hal penolakan pemberian
keterangan untuk melakukan perkawinan campuran.
22.
Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang
terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain.
Sedangkan
yang dimaksud dengan "ekonomi syari’ah" dalam penjelasan Pasal
49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari‟ah, antara lain
meliputi:
a.
bank syari‟ah.
b.
lembaga keuangan mikro syari‟ah.
c.
asuransi syari‟ah.
d.
reasuransi syari‟ah.
e.
reksadana syari‟ah.
f.
obligasi dan surat berharga berjangka menengah syari‟ah.
g.
sekuritas syari‟ah.
h.
pembiayaan syari‟ah.
i.
pegadaian syari‟ah.
j.
dana pensiun lembaga keuangan syari‟ah; dan
k.
bisnis syari‟ah.
Dalam
Penjelasan Pasal 50 Ayat (2) menentukan bahwa ketentuan memberi wewenang kepada
pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau
keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49
apabila obyek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.
Tugas-tugas
lain yang diberikan kepada Pengadilan Agama antara lain
ialah:
1.
Memberikan keterangan, pertimbangan dan
nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya
apabila diminta {vide Pasal 52 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989}.
2.
Menyelesaikan permohonan pertolongan
pembagian harta peninggalan (P3HP) di luar sengketa antara orang-orang yang
beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam {Pasal 107 ayat (2) UU
No. 7 Tahun 1989}.
3.
Memberikan penetapan (itsbat) terhadap
kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan (rukyat) hilal (awal bulan)
Ramadhan dan Syawwal tahun Hijriyah (vide Pasal 52A UU No. 3 Tahun 2006).
4.
Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya
seperti penyuluhan hukum, pelayanan riset, dan pengawasan.
B.
Kewenangan Khusus Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Pengadilan
Agama Jakarta Pusat memiliki kewenangan khusus terkait dengan kompetensi
relatif yang diatur dalam:
- Pasal
66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989 yang menentukan “Apabila Pemohon dan
Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan ke
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah hukumnya meliputi tempat
dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat”.
- Pasal
73 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang menentukan bahwa "Jika Penggugat dan
Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan ke Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar‟iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat”.
- Dan
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 084/KMA/SK/V/2011 Tentang
Ijin Sidang Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) Di Kantor Perwakilan Republik
Indonesia, yang memutuskan memberi ijin kepada Pengadilan Agama Jakarta
Pusat untuk melaksanakan sidang pengesahan perkawinan (itsbat nikah) di kantor
Perwakilan Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia yang berdomisili
di luar negeri.
III.
Peran Peradilan Agama Pasca UU No. 7 Tahun 1989
Mengingat
eksistensi, tugas, visi dan misi Pengadilan Agama yang strategis, maka lembaga
Peradilan Agama pasca UU No. 7 Tahun 1989 dalam negara hukum Indonesia
mempunyai peran yang sangat penting bagi masyarakat pencari keadilan
khususnya dan umat Islam Indonesia, secara ringkas dapat digambarkan sebagai
berikut:
- Peranan
yuridis formal. Peradilan Agama berperan sebagai pelaksana penegak hukum Islam
bagi umat Islam Indonesia dengan seadil-adilnya,
- sesuai
dengan asas personalitas keIslaman. Hukum Islam merupakan bagian integral dari
ajaran Islam. Memantapkan hukum Islam bagi umat Islam Indonesia dan sekaligus
memperluas keyakinan beragama bagi masyarakat Indonesia. Dan memberikan edukasi
melalui produk putusan.
- Peradilan
Agama berperan sebagai pelayanan hukum, dalam artian memberikan kepastian hukum
bagi para pencari keadilan. Peradilan Agama mempunyai peran dan fungsi yang
sangat dominan dalam memberikan solusi penyelesaian sengketa rumah tangga termasuk
perkara perceraian dan kewarisan dengan pertimbangan kemashlahatan.
- Peradilan
Agama juga sebagai pemberi informasi hukum Islam bagi umat Islam yang dapat
mengaksesnya melalui internet.
Berkaitan
dengan hal itu, produk Pengadilan Agama (berupa putusan, penetapan dan akta
perdamaian) agar dapat diterima oleh masyarakat, maka harus mencerminkan rasa
keadilan dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat,
dan mempunyai kepastian hukum serta bermanfaat dengan pertimbangannya secara
yuridis, sosiologis dan filosofis. Dan putusannya mengikat dan eksekutorial.
IV.
Sumber Hukum Acara dan Hukum Terapan Peradilan Agama
A.
Hukum Acara Peradilan Agama
Sumber
hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum, diberlakukan juga untuk
lingkungan Peradilan Agama. Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan hukum Acara Peradilan Agama, antara lain sebagai berikut
- HIR (Herzien Inlandsch Reglement) atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui) Staatsblad 1941 No. 44.
- RBg (Rechtsreglement voor de Buiten gewesten) Stb. 1927 – 227
- Rv (Reglement of de Burgelijke Rechts vordering) Staatblad 52 Tahun 1847
- KUH Perdata (BW / Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).
- UU No. 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan/Banding.
- UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
- UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
- UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
- UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
- UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 7 Th 1989.
- UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Th 1989.
- UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
- PP No. 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Perkawinan.
- PP No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.
- Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam (KHI).
- Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
- Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.
- Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 084/KMA/SK/V/2011 Tentang Ijin Sidang Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) Di Kantor Perwakilan Republik Indonesia.
- Keputusan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama Dan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor 04/TUADA-AG/II/2011 dan Nomor 020/SEK/SK/II/2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 10 Tahun 2010 Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Lampiran B.
- Hasil Rakernas MARI.
- Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama.
Sedangkan Hukum Terapan/Hukum Materil Peradilan Agama, antara lain sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
- Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama Atas UU Nomor 7 Tahun 1989.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
- Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam.
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik.
- Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
- Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 Tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara.
- Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008 Tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara Indonesia.
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam (KHI) Di Indonesia.
- Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
- Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
- Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 Tentang Perkawafan Tanah Milik.
- Peraturan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1987 tentang Wali Hakim.
- Kepmenag Nomor 411 Tahun 2000 tentang Penetapan Jumlah Uang Iwadh Dalam Rangkaian Shighat Taklik Bagi Umat Islam.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK 08/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK 08/2008 Tentang Penerbitan Dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel Di Pasar Perdana Dalam Negeri.
- Yurisprudensi.
- Hasil Rakernas MARI.
- Doktrin.
Apabila saudara memiliki problematikan hukum yang
berkaitan dengan tema/ judul artikel kami, maka saudara dapat berkonsultasi
langsung pada kami atau menghubungi kontak kami yang tertera pada blog.
Terimakasih..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar