KONSULTAN HUKUM MOHAMAD YUSUP, SH.,LL.M.

Berkomitmen Memberikan Jasa Hukum Secara Profesional

Senin, 14 Desember 2015

PENGACARA SERANG BANTEN – PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA GONO GINI


Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Gono Gini

Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat dalam suatu perkawinan. Akibat hukum yang ditimbulkan oleh perkawinan tidak hanya sebatas dalam hal hubungan kekeluargaan, terlebih dari itu juga dalam bidang harta kekayaannya.

Akibat hukum perkawinan dalam hubungan kekeluargaan diatur oleh hukum keluarga, sedangkan akibat hukum dalam bidang harta kekayaan diatur oleh hukum benda perkawinan. Hukum keluarga dan hukum benda perkawinan dapat ditemukan di dalam UU no.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Hukum kekeluargaan yang diatur di dalam UU Perkawinan yaitu tentang status anak, hak dan kewajiban antara anak dengan orang tua dan tentang perwalian. Sedangkan mengenai hukum benda perkawinan diatur di dalam pasal 35, 36, dan 37 UU Perkawinan. Pengaturan mengenai hukum benda perkawinan dapat ditemukan pula dalam pasal 1 ayat f dan pasal 85 sampai pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.

Dalam suatu perkawinan, kebanyakan orang pada umumnya tidak memikirkan mengenai akibat perkawinan terhadap harta kekayaannya, karena kebanyakan dari mereka hanya melihat dan menitikberatkan pada hukum keluarganya.

Harta yang dapat disengketakan ketika terjadi perceraian adalah harta yang diperoleh selama perkawinan (harta bersama) saja, sedangkan harta bawaan tidak dapat disengketakan atau dibagi dan tetap berada di bawah kekuasaan masing-masing pihak. Pembagian harta bersama dapat dilakukan dengan musyawarah kekeluargaan atau atas dasar kesepakatan antara kedua belah pihak. Tidak jarang cara kekeluargaan tersebut tidak berhasil menyelesaikan permasalahan pembagian harta bersama dikarenakan adanya pihak yang merasa dirugikan, sehingga seringkali terjadi sengketa atas pembagian harta bersama tersebut. Pengajuan gugatan atas harta bersama bisa dilakukan di Pengadilan Agama (Jika suami-istri sama-sama bergama Islam) atau di Pengadilan Negeri (Jika suami-istri tidak beragama islam, atau perkawinan yang dilakukan tidak secara islam).

dalam perceraian persoalan harta dalam perkawinan biasanya merupakan persoalan yang akan cukup menyita waktu dan perhatian yang besar, selain persoalan anak.

jika tidak ada perjanjian perkawinan, dalam perceraian harta bawaan otomatis menjadi hak masing-masing suami atau istri dan harta bersama akan dibagi dua sama rata diantara keduanya (pasal 128 kuhper, pasal 97 khi). tentunya jika ada perjanjian perkawinan, pembagian harta dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian itu.

persoalan pembagian harta ini bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai. dalam hal demikian maka daftar harta bersama dan bukti-bukti bila harta tersebut diperoleh selama perkawinan disebutkan dalam alasan pengajuan gugatan cerai (posita). dan kemudian disebutkan dalam tentang permintaan pembagian harta dalam berkas tuntutan (petitum). putusan pengadilan atas perceraian tersebut akan memuat pembagian harta.

tapi, jiga gugatan cerai tidak menyebutkan tentang pembagian harta bersama, suami atau istri harus mengajukan gugatan baru yang terpisah setelah putusan perceraian dikeluarkan pengadilan. pengajuan gugatan secara terpisah ini selain akan memakan waktu yang lama, juga memakan biaya, sehingga jarang terjadi.

gugatan terhadap pembagian harta bersama ini diajukan ke pengadilan agama di wilayah tergugat tinggal bagi yang beragama islam dan pengadilan negeri di wilayah tergugat tinggal bagi non-muslim. pengadilan lah (pengadilan agama atau pengadilan negeri) yang akan mensahkan tentang pembagian harta bersama tersebut.

Tentang iklan-iklan ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar